Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAB II KAJIAN TEORI


2.1      Alat Peraga
Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsih, 1994:7). Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu  menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh, benda-benda konkret disekitar siswa.
Menurut Sudjana (1989:76) alat peraga adalah suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik.
Dengan alat peraga itu siswa dapat melihat langsung bagaimana keberaturan serta memperhatikan pola yang ada di dalam benda. Keberaturan tersebut oleh siswa dihubungkan dengan keberaturan intuitif yang telah melekat pada dirinya (Ruseffendi, 1990:109)
Kemp dab Dayton (1985) yang dikutip oleh Aristo Rahardi dalam Media Pembelajaran mengidentifikasi beberapa manfaat media pembelajaran termasuk di dalamnya alat peraga, sebagai berikut :
a)        Proses pembelajaran lebih interaktif
b)        Meningkatkan aktivitas dan kualitas hasil belajar siswa
c)        Proses pembelajaran lebih jelas dan menarik
d)        Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
e)        Efisiensi dalam waktu dan tenaga
f)         Dapat menumbuhkan sikap positif dan produktif.
Selanjutnya Aristo Rahardi menyatakan  masih banyak lagi manfaat praktis dari media pembelajaran antara lain :
a)        Dengan bantuan media pembelajaran, matei pelajaran yang abstrak menajadi lebih konkrit.
b)        Informasi pelajaran yang disampaikan dengan media pembelajaran tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan dalam diri siswa.
c)        Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indra manusia, waktu dan ruang.
Menurut aliran konstruktivisme, memberikan penjelasan tentang pembentukan pengetahuan dalam belajar, sebagai berikut: kita memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam penemuan, pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita. Dengan kata lain, maka dasarnya pengetahuan yang dimiliki seseorang diperoleh sesesorang karena keterlibatan orang tersebut dalam memperoleh dan membentuk pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi atau bentukan kita melalui pengalaman dan melakukan dengan sumber belajar.
2.2      Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom (1956) (dalam Anitah W, 2009:2-19) yang dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Romizoswki (1982) (dalam Anitah W, 2009:2-19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil-hasil belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; 2) keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perceptual; 3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan.
Sedangkan menurut Dimyati dkk. (2006) (dalam Lapono, 2010:206) dikatakan bahwa hasil belajar dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran adalah dampak yang dapat diukur seperti tertuang dalam rapot, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, yang disebut transfer belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar.
Menurut pendapat Winataputra dan Rosita (1997:191) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
a)        Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.
b)        Hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
c)        Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspekaspek tingkat belajar yang diharapkan.
d)        Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar

2.3      Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

2.3.1  Pengertian IPA
Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.
Menurut Rom Harre (Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis, 1993:4), Science is a collection of well attested theories which explain the patterns and regularities among carefully studied phenomena. Bila diterjemahkan secara bebas artinya sebagai berikut: IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam yang diamati secara seksama.
Pendapat Harre ini memuat dua hal yang penting yaitu Pertama, bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori. Kedua, bahwa teori-teori itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam.
Lebih lanjut Jacobson & Bergman (1980:4), mendefinisikan IPA sebagai berikut: “Science is the investigation and interpretation of events in the natural, physical environment and within our bodies”. IPA merupakan penyelidikan dan interpretasi dari kejadian alam, lingkungan fisik, dan tubuh kita.
Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
2.3.2  Karakteristik Utama IPA
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain.
Harlen (Patta Bundu, 2006:10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama Sains yakni: Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya. Ketiga, member makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini member penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.
2.3.3  Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Syaiful Sagala (2010:61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993:12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah.
Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006:12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.
Menurut Sri Sulistyorini (2007:8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu member kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan.
Menurut De Vito, dkk. (Usman Samatowa, 2006:146), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993:7), pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam.
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993:6), tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1)      Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya;
2)      Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana;
3)      Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya;
4)      Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)      Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2)      Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4)      Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
5)      Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6)      Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7)      Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010:111).
Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya.
Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
2.4      Karakteristik Siswa Kelas VI Sekolah Dasar
Menurut Piaget (Sugihartono, dkk, 2008:109), tahap perkembangan berpikir anak dibagi menjadi empat tahap yaitu:
a)        Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
b)        Tahap praoperasional (2-7 tahun)
c)        Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
d)        Tahap operasional formal (12-15 tahun)
Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas VI Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret dalam berpikir. Anak pada masa operasional konkret sudah mulai menggunakan operasi mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual. Anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa anak-anak di Sekolah Dasar menjadi dua fase yaitu masa anak kelas rendah (kelas I sampai dengan kelas 3), dan masa anak kelas tinggi (kelas 4 sampai dengan kelas 6). Masa anak kelas rendah berlangsung antara usia 7-9 tahun, sedangkan masa anak kelas tinggi berlangsung antara usia 9-12 tahun. Kelas VI Sekolah Dasar tergolong pada masa anak kelas tinggi.
Anak kelas tinggi Sekolah Dasar memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)        Perhatian tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari.
b)        Ingin tahu, ingin belajar, dan berpikir realitas.
c)        Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.
d)        Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
e)        Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kelas VI Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret dan termasuk pada kelompok kelas tinggi. Anak kelas VI Sekolah Dasar berpikir secara realistis, yaitu berdasarkan apa yang ada di sekitarnya. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru IPA, bahwa anak pada tahap operasional konkret masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Oleh karena itu, guru seharusnya selalu mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari siswa dengan benda-benda konkret yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak untuk dapat mempelajari segala sesuatu yang bersifat konkret adalah pembelajaran dengan menggunakan alat peraga sebagai sumber belajar.

BACA ARTIKEL SELANJUTNYA BAB III PEMBAHASAN

Posting Komentar untuk "CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAB II KAJIAN TEORI"